Sabtu, 16 Februari 2013

Perang Jamal



PERANG JAMAL



Setelah Rasulullah SAW wafat, maka kepemimpinan umat islam dipimpi oleh Khulafaur Rasyidin yang terdiri dari 4 sahabat Rasul:
1)   Khalifah Abu Bakar As- Shidiq.
2)   Khalifah Umar Bin Khattab.
3)   Khalifah Usman Bin Affan.
4)   Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Ke-empat khalifah tersebut dipilih dan dipercaya masyarakat untuk memimpin umat islam karena, selain sahabat Rasul, beliau juga mempunyai sifat-sifat kepemimpinan seperti arif, bijaksana, serta adil. Al-hasil berbagai kemajuan yang dapat ditonjolkan dan dikembangkan di negara sekitar dan islam tersebar luaskan hingga saat ini.
Setelah Usman Bin Affan wafat, keadaan tetap menegakkan. Kelompok- kelompok pembrontak masih berkeliaran di Madinah, sehingga umat islam terpecah belah. Ali Bin abi Thalib pada awal pemerintahannya melakukan dengan mengganti semua wali dan gubernur yang telah diangkat oleh Usman Bin Affan karena, selain tidak layak serta cakap mengurus hal ihwal umat islam mereka juga terdiri dari keluarga Usman Bin Affan.
     Meskipun para sahabat telah memberi nasehat kepada Ali agar itu tidak dilakukan terburu-buru tetapi, Ali tetap saja kokoh terhadap pendirianya untuk memberhentikan semua orang-orang yang oleh Usman, padahal kota Madinah pada saat itu sedang dalam kekhawatiran dan keresahan.
     Umat islam pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib terpecah belah menjadi 3 kelompok yakni:
1)   Golongan pemberontak yang menentang Ali
2)   Golongan yang menuntut beliau atas kematian Usman Bin Affan
3)   Golongan yang tidak setuju dengan penuntutan darah Usman, tetapi menentang pengangkatan AlI menjadi khalifah.
Golongan pembelaan atas kematian usman itu adalah golongan Bani Umayyah yang diketuai oleh Muawiyyah dikarenakan ia tidak mau meletakkan jabatanya sebagai Gubernur di Syam.
Sedangkan golongan yang timbul karena terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali Bin Abi terbagi menjadi 2 golongan yakni: a). Golongan Syiah b). Golongan Khawarij. Dimana golongan Syiah itu orang yang setia kepada Ali Bin Abi Thalib, dan golongan Khawarij itu golongan yang tidak setia pada Ali Bin Abi Thalib sehingga mereka beranggapan bahwa tidak ada peimpin yang benar.
Selain timbul berbagai kelompok, juga timbul berbagai perselisihan yang mengakibatkan perang antara lain:




1)   Perang Jamal


  

Perang jamal ini terjadi antara mertua dana menantu yakni Siti Aisyah dan Ali Bin Abi Thalib yang dibantu oleh Talhah dan Zubair Bin Awwam.
Selain itu dikatakan perang jamal karena, Siti Aisyah ini mengendarai unta. Ketiga sahabat ini ingin menuntut balas atas kematian khalifah Usman Bin Affan. Perang ini terjadi pada tanggal 11 Jumadilakhir 36H/ 657 M. Dalam peperangan ini, Zubair dan Talhah tewas serta unta yang ditumpangi Aisyah.
Dalam peperangan ini Ali mendapat kemenangan, kemudian Ali memberikan penjelasan persoalan yang sebenarnya keada ibunda tercintanya yakni Aisyah. ”Sebaiknya Ibunda kembali ke Madinah” usul Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Lalu Aisyah menjawab “ Baiklah tetapi, aku beramanat agar engkau mencari pembunuh Utsman Bin Affan” Ali pun menjawab “ Saya setuju, Demi ALLLAH saya akan tetap mencari pembunuh Utsman Bi Affan. Kemdian Aisyah dikembalikan ke Madinah. Dengan hormat dan mulia serta dinasehati agar jangan mengikuti urusan politik pemerintahan.
Pertempuran ini terkenal dalam sejarah disebut “ Waqi’atul Jamal” yang artinya Perang Berunta. Selesai berperang Ali Bin Abi Thalib pindah ke Kufah”.

Dampak Negatif Perang Jamal

Perang Jamal meninggalkan dampak-dampak negatif terhadap masyarakat Islam, antara lain:
Kasus pembunuhan Utsman bin Affan semakin berkembang luas sehingga menjadi krisis politik besar yang kemudian menjadi gelombang fitnah yang secara langsung menyerang risalah Islam, baik berupa pernyataan ataupun aksi. Di sisi lain, Muawiyah mempolitisasi situasi ini demi kepentingan pribadi dan mengoptimalkannya dengan kejadian perang Jamal dan pertumpahan darah di sana.
Kebencian dan kecurigaan massal yang mengancam integritas kaum muslimin dan terkadang menjadi penyulut peperangan di antara mereka. Seperti yang terjadi antara sekelompok warga Basrah dan kaum muslimin dari luar kota. Kebencian dan permusuhan itu muncul lantaran tuntutan atas darah kerabat-kerabat mereka yang  terbunuh di perang Jamal.
     Penyimpangan yang terjadi di dalam kubu kaum muslimin sendiri semakin merekah. Kondisi ini membuat tugas Ali bin Abi Thalib a.s. menjadi semakin berat. Belum lagi pembangkangan Muawiyah di Syam yang telah membuka medan baru. Akibatnya, perluasan wilayah Islam menjadi bermasalah. Demikian juga, aksi Muawiyah telah membuat sulit proses pembaharuan dan pembanguan peradaban yang dapat dilakukan di dalam masyarakat Islam.
     Kebencian dan penyimpangan telah membuka jalan bagi para penentang pemerintahan yang sah untuk secara mudah menyelesaikan masalah mereka dengan kekuatan senjata dan perang.

Hikmah yang dapat dipetik dalam perang jamal

Banyak hikmah yang dapat dipetik, namun salah satu hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah dilarang untuk memprovokasi(mempengaruhi), menghujat(mengejek) dan memfitnah penguasa muslim secara terang – terangan sehingga banyak orang yang tanpa memeriksa dahulu kebenaran yang ada, termakan dengan provokasi, hujatan dan celaan yang kesemuanya itu akan berakibat pada kekacauan dan kehancuran. 

Maka dari itu Rasulullah SAW pernah bersabda (dari sahabat Iyadh bin Ghunaim ra.),”Barang siapa hendak menasehati penguasa maka janganlah secara terang – terangan, melainkan ambil tangannya dan berdua dengannya.  Apabila ia menerimanya maka itu adalah untukmu, kecuali apabila ia enggan maka apa yang ada padanya adalah baginya sendiri” (HR Ahmad, hadits hasan)

2)   Perang Shiffin



Figure 2 Perang Shiffin



Figure 3 Abu Sofyan dan Mu'awiyah



  




   

Figure 4 Gambaran Perang Jamal dan Perang Shiffin

1 komentar: