PERANG JAMAL
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka
kepemimpinan umat islam dipimpi oleh Khulafaur Rasyidin yang terdiri dari 4
sahabat Rasul:
1)
Khalifah Abu Bakar As- Shidiq.
2)
Khalifah Umar Bin Khattab.
3)
Khalifah Usman Bin Affan.
4)
Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Ke-empat khalifah tersebut dipilih
dan dipercaya masyarakat untuk memimpin umat islam karena, selain sahabat Rasul,
beliau juga mempunyai sifat-sifat kepemimpinan seperti arif, bijaksana, serta
adil. Al-hasil berbagai kemajuan yang dapat ditonjolkan dan dikembangkan di
negara sekitar dan islam tersebar luaskan hingga saat ini.
Setelah Usman Bin Affan wafat,
keadaan tetap menegakkan. Kelompok- kelompok pembrontak masih berkeliaran di
Madinah, sehingga umat islam terpecah belah. Ali Bin abi Thalib pada awal
pemerintahannya melakukan dengan mengganti semua wali dan gubernur yang telah
diangkat oleh Usman Bin Affan karena, selain tidak layak serta cakap mengurus
hal ihwal umat islam mereka juga terdiri dari keluarga Usman Bin Affan.
Meskipun para
sahabat telah memberi nasehat kepada Ali agar itu tidak dilakukan terburu-buru
tetapi, Ali tetap saja kokoh terhadap pendirianya untuk memberhentikan semua
orang-orang yang oleh Usman, padahal kota Madinah pada saat itu sedang dalam
kekhawatiran dan keresahan.
Umat islam pada
masa khalifah Ali Bin Abi Thalib terpecah belah menjadi 3 kelompok yakni:
1)
Golongan pemberontak yang menentang Ali
2)
Golongan yang menuntut beliau atas kematian Usman Bin Affan
3)
Golongan yang tidak setuju dengan penuntutan darah Usman,
tetapi menentang pengangkatan AlI menjadi khalifah.
Golongan pembelaan atas kematian
usman itu adalah golongan Bani Umayyah yang diketuai oleh Muawiyyah dikarenakan
ia tidak mau meletakkan jabatanya sebagai Gubernur di Syam.
Sedangkan golongan yang timbul karena
terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali Bin Abi terbagi menjadi 2
golongan yakni: a). Golongan Syiah b). Golongan Khawarij. Dimana golongan Syiah
itu orang yang setia kepada Ali Bin Abi Thalib, dan golongan Khawarij itu
golongan yang tidak setia pada Ali Bin Abi Thalib sehingga mereka beranggapan bahwa
tidak ada peimpin yang benar.
Selain timbul berbagai kelompok, juga
timbul berbagai perselisihan yang mengakibatkan perang antara lain:
1)
Perang Jamal
Perang
jamal ini terjadi antara mertua dana menantu yakni Siti Aisyah dan Ali Bin Abi Thalib
yang dibantu oleh Talhah dan Zubair Bin Awwam.
Selain
itu dikatakan perang jamal karena, Siti Aisyah ini mengendarai unta. Ketiga
sahabat ini ingin menuntut balas atas kematian khalifah Usman Bin Affan. Perang
ini terjadi pada tanggal 11 Jumadilakhir 36H/ 657 M. Dalam peperangan ini,
Zubair dan Talhah tewas serta unta yang ditumpangi Aisyah.
Dalam
peperangan ini Ali mendapat kemenangan, kemudian Ali memberikan penjelasan
persoalan yang sebenarnya keada ibunda tercintanya yakni Aisyah. ”Sebaiknya
Ibunda kembali ke Madinah” usul Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Lalu Aisyah
menjawab “ Baiklah tetapi, aku beramanat agar engkau mencari pembunuh Utsman
Bin Affan” Ali pun menjawab “ Saya setuju, Demi ALLLAH saya akan tetap mencari
pembunuh Utsman Bi Affan. Kemdian Aisyah dikembalikan ke Madinah. Dengan hormat
dan mulia serta dinasehati agar jangan mengikuti urusan politik pemerintahan.
Pertempuran ini terkenal dalam sejarah disebut “ Waqi’atul
Jamal” yang artinya Perang Berunta. Selesai berperang Ali Bin Abi Thalib pindah
ke Kufah”.
Dampak Negatif
Perang Jamal
Perang
Jamal meninggalkan dampak-dampak negatif terhadap masyarakat Islam, antara
lain:
Kasus pembunuhan Utsman bin Affan semakin berkembang luas sehingga menjadi
krisis politik besar yang kemudian menjadi gelombang fitnah yang secara
langsung menyerang risalah Islam, baik berupa pernyataan ataupun aksi. Di sisi
lain, Muawiyah mempolitisasi situasi ini demi kepentingan pribadi dan
mengoptimalkannya dengan kejadian perang Jamal dan pertumpahan darah di sana.
Kebencian
dan kecurigaan massal yang mengancam integritas kaum muslimin dan terkadang
menjadi penyulut peperangan di antara mereka. Seperti yang terjadi antara
sekelompok warga Basrah dan kaum muslimin dari luar kota. Kebencian dan
permusuhan itu muncul lantaran tuntutan atas darah kerabat-kerabat mereka yang
terbunuh di perang Jamal.
Penyimpangan yang terjadi di dalam
kubu kaum muslimin sendiri semakin merekah. Kondisi ini membuat tugas Ali bin
Abi Thalib a.s. menjadi semakin berat. Belum lagi pembangkangan Muawiyah di
Syam yang telah membuka medan baru. Akibatnya, perluasan wilayah Islam menjadi
bermasalah. Demikian juga, aksi Muawiyah telah membuat sulit proses pembaharuan
dan pembanguan peradaban yang dapat dilakukan di dalam masyarakat Islam.
Kebencian dan penyimpangan telah
membuka jalan bagi para penentang pemerintahan yang sah untuk secara mudah
menyelesaikan masalah mereka dengan kekuatan senjata dan perang.
Hikmah yang
dapat dipetik dalam perang jamal
Banyak hikmah yang dapat dipetik, namun salah
satu hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah dilarang untuk
memprovokasi(mempengaruhi), menghujat(mengejek) dan memfitnah penguasa muslim
secara terang – terangan sehingga banyak orang yang tanpa memeriksa dahulu
kebenaran yang ada, termakan dengan provokasi, hujatan dan celaan yang
kesemuanya itu akan berakibat pada kekacauan dan kehancuran.
Maka dari itu Rasulullah SAW pernah bersabda
(dari sahabat Iyadh bin Ghunaim ra.),”Barang siapa hendak menasehati
penguasa maka janganlah secara terang – terangan, melainkan ambil tangannya dan
berdua dengannya. Apabila ia menerimanya maka itu adalah untukmu,
kecuali apabila ia enggan maka apa yang ada padanya adalah baginya sendiri” (HR
Ahmad, hadits hasan)
2)
Perang Shiffin
Figure 2 Perang Shiffin
Figure 3 Abu Sofyan dan Mu'awiyah
Figure 4 Gambaran Perang Jamal dan Perang Shiffin